cerita sunami

  • avatar Tidak diketahui

    Tulisan dan Jeritan Seorang Relawan di Aceh
    Sumber: redaksi

    detikcom – Jakarta, Gempa dan gelombang tsunami telah meluluhlantakkan
    > > >provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Pasca musibah, masalah begitu
    > > >kompleks, termasuk dalam penanganan korban dan pemulihan provinsi itu.
    > Bahkan,
    > > >ada kesan penanganan di Aceh pasca tsunami berjalan lambat.
    > > >
    > > >Masalah begitu kompleks. Koordinasi seperti nyaris tidak ada. Termasuk
    > > >pengiriman bantuan dan relawan. Terlalu banyak pejabat yang datang
    dengan
    > > >membawa sekian banyak rombongan. Seorang relawan dari Air Putih bernama
    > > >Salahuddien menuliskan kesaksian dan kisahnya menjadi relawan.
    > > >
    > > >Dalam emailnya kepada detikcom Senin (3/1/2005), Salahuddien menuliskan
    > > >kisahnya dengan judul ‘Relawan Elit, Relawan Politis?’. Salahuddien
    saat
    > ini
    > > >masih berada di Banda Aceh bertugas memulihkan sistem internet di Tanah
    > > >Rencong itu. Ada baiknya kita camkan apa yang ditulis Salahuddien
    sebagai
    > > >berikut:
    > > >
    > > >
    > > >Relawan Elit, Relawan Politis
    > > >
    > > >
    > > >Bahwa sebuah bencana bisa menjadi sebuah kesempatan politis, agaknya
    > telah
    > > >sejak awal kekhawatiran itu sudah banyak disampaikan oleh para elit
    > sendiri.
    > > >Dalam rangkaian perjalanan ke Aceh ini, Tim Relawan IT Air Putih
    > menjumpai
    > > >sendiri kenyataan tersebut.
    > > >
    > > >Kita merasakan sejak awal hal ini. Banyak pengiriman relawan ditumpangi
    > oleh
    > > >kepentingan politis. Demikian juga motif-motif operasional mereka di
    > lokasi
    > > >bencana. Semua seperti berlomba mendapatkan credit point dengan tingkah
    > > >egosentrisme yang keterlaluan, bahkan cenderung memalukan dan bikin
    muak.
    > > >
    > > >Banyak pihak memanfaatkan situasi ini untuk tujuan yang kurang tulus,
    > > >memperoleh simpati dan kepahlawanan. Sesuatu yang absurd dalam kondisi
    > darurat
    > > >dan kritis semacam ini. Sebab pahlawan sesungguhnya adalah para korban
    > dan
    > > >survivor, bukan relawan atau petugas dan pejabat publik.
    > > >
    > > >Menjadi relawan adalah panggilan kewajiban kemanusiaan, bukan sebuah
    > sikap
    > > >untuk tujuan lain. Para petugas dan pejabat publik, bahkan politisi,
    > mereka
    > > >harus melakukan ini karena itulah tugasnya. Mereka digaji oleh negara,
    > uang
    > > >rakyat dan menjalankan kewajiban politis dari jabatan yang harus
    > > >dipertanggungjawabkan pada publik. Sekali lagi, itu juga bukan bagian
    > dari
    > > >sikap kepahlawanan.
    > > >
    > > >Sehingga ketika mereka ini memposisikan diri sebagai elit yang harus
    > dapat
    > > >prioritas dan karenanya membuat misi-misi yang lebih tulus terpaksa
    > minggir
    > > >atau dijadwal ulang bahkan batal berangkat, maka itu adalah suatu
    > > >pengkhianatan terhadap saudara-saudara kita yang sedang menderita. Tim
    > Air
    > > >Putih mengalami dan melihat kenyataan ini dengan sangat sedih.
    > > >
    > > >Di Bandara Halim, tumpukan bantuan seperti tidak ada yang memperhatikan
    > > >ataupun mengurusnya. Baik di terminal maupun dalam area runaway lanud.
    > > >Sejumlah pesawat TNI justru sibuk memfasilitasi pejabat dan
    rombongannya
    > serta
    > > >para relawan elit yang tidak jelas apa urusannya ke Aceh. Bahkan
    menjadi
    > suatu
    > > >acara selebritis ketika media elektronik meliputnya dengan skenario
    > ekspos dan
    > > >dramatisasi. Melupakan etika jurnalistik terdistorsi pesanan politis.
    > > >
    > > >Di sisi lain, puluhan dan ratusan relawan dari segenap penjuru negeri,
    > nampak
    > > >terlantar menunggu giliran pemberangkatan yang tidak pasti. Bahkan
    dengan
    > > >semena-mena di-cancel, diusir bahkan dimarahi oleh petugas-petugas yang
    > sok
    > > >kuasa. Apa mereka itu sudah tidak memiliki nurani lagi dan memandang
    > dirinya
    > > >jauh lebih mulia dari para relawan yang menyediakan jiwa raga serta
    harta
    > > >bendanya itu? Mereka mengulurkan tangan dengan tulus sementara para
    > petugas
    > > >itu hanya menjalankan tugas yang itupun tidak dilakukannya dengan
    becus!
    > > >
    > > >Kondisi di daerah pun sama, dari Yogya, Malang dan daerah-aerah lain
    > masuk
    > > >kabar bahwa mereka tidak mendapatkan jadwal keberangkatan yang pasti
    baik
    > itu
    > > >melalui jalur komersial maupun pemerintah/militer. Padahal, konsentrasi
    > > >bantuan dan relawan menumpuk di mana-mana. Semua butuh segera ke Aceh
    dan
    > tak
    > > >ada satu pun lini birokrasi yang mampu memberikan solusi. Akhirnya
    mereka
    > > >harus berangkat dengan berbagai cara, persis supporter bola yang hendak
    > > >”ngelurug”, menonton kesebelasan pujaannya bertanding.
    > > >
    > > >Sesungguhnya para petugas dan pejabat itu, mereka jauh hina, karena
    dalam
    > > >situasi genting semacam ini tak melakukan apa-apa sementara mereka
    punya
    > > >kekuasaan yang memungkinkan mereka menyediakan resource dan manfaat
    yang
    > besar
    > > >bagi semua pihak demi pertolongan pada Aceh yang sedang menangis darah.
    > Setiap
    > > >detik di Aceh harus dibayar dengan nyawa! Dan sangat sedikit birokrasi
    di
    > > >negeri ini yang memiliki kesadaran intelektual semacam ini.
    > > >
    > > >Justru armada asing (Australia, AS) dengan tegas memprioritaskan
    angkutan
    > > >bantuan serta relawan. Tanpa seleksi dan diskriminasi politis bahkan
    > dengan
    > > >sikap pelayanan bak maskapai Internasional kelas utama!
    > > >
    > > >Tim AirPutih merasakan sendiri, bagaimana sebuah tim militer Australia
    > dapat
    > > >bersikap sangat ramah dan perhatian walaupun terkendala bahasa dan
    > budaya.
    > > >Jauh lebih ramah dari layanan penerbangan kelas utama negeri ini.
    Sebelum
    > dan
    > > >selama perjalanan mereka sangat melayani, bahkan urusan toilet dalam
    > pesawat
    > > >Hercules pun mereka perhatikan dan memberi notice pada setiap relawan
    > yang
    > > >menumpang.
    > > >
    > > >Ketika lewat sepanjang garis pantai barat Aceh, mereka memberi
    kesempatan
    > para
    > > >relawan untuk melakukan observasi medan dari udara. Terbang dalam jarak
    > dekat
    > > >dengan ketinggian rendah yang kita tahu itu sangat beresiko dan mereka
    > tetap
    > > >lakukan! Sehingga mereka menunjukkan kualitas mental sesungguhnya
    sebagai
    > Tim
    > > >yang bekerja untuk tugas kemanusiaan. Saya dan sejumlah rekan relawan
    Air
    > > >Putih maupun PMI yang ada di situ, sesungguhnya merasa malu, karena
    > bangsa
    > > >kita sendiri ternyata tidak memililiki kesadaran dan mental
    persaudaraan
    > dalam
    > > >kemanusiaan semacam itu.
    > > >
    > > >Di bandara Aceh, kondisi serupa kita alami lagi. Di satu sisi, sejumlah
    > besar
    > > >petugas asing, helikopter US Navy dan alat-alat angkut barang nampak
    > bekerja
    > > >tanpa henti tanpa banyak ba bi bu, bahkan mereka seperti robot yang
    sudah
    > tahu
    > > >persis apa yang harus dilakukan secara efektif dan efisien. Tanpa
    banyak
    > > >bicara!
    > > >
    > > >Di sisi lain, sejumlah besar petugas dan pejabat kita justru nampak
    sibuk
    > dan
    > > >saling bersitegang hanya untuk mengurusi kunjungan para pejabat
    termasuk
    > > >presiden SBY. Mereka bekerja keras hanya agar Bapak senang. Sementara
    > sejumlah
    > > >besar bantuan untuk rakyatnya, tidak mereka urus. Bahkan justru
    sejumlah
    > > >birokrasi rumit tetap dilakukan dan menjadi hambatan luar biasa.
    > > >
    > > >Penulis menjumpai banyak sekali Tim Relawan yang sudah menunggu
    > berjam-jam
    > > >bahkan berhari-hari dan harus bolak balik ke bandara hanya untuk
    > mendapatkan
    > > >barang-barang mereka, termasuk distribusi obat-obatan yang sangat
    > diperlukan.
    > > >Sedang angkutan berat sangat sulit didapatkan. Semua petugas yang
    > seharusnya
    > > >bertanggung jawab nampak lepas tangan.
    > > >
    > > >Sejumlah Tim Relawan, nampak bekerja dengan inisiatif sendiri tanpa
    suatu
    > > >koordinasi. Misalnya dari PMI gabungan dari berbagai daerah, bekerja
    > keras
    > > >merawat pengungsi dengan kondisi mengenaskan dan serba seadanya. Tenda
    > darurat
    > > >mereka nampak sudah tak mampu lagi menampung, sementara tidak jauh dari
    > lokasi
    > > >itu, sejumlah tenda mentereng berdiri untuk supporting kunjungan
    pejabat
    > dan
    > > >kelompok relawan elit. Yang bahkan untuk melayani masyarakat pun mereka
    > > >mendapat suatu pengawalan khusus. Sungguh sebuah situasi paradoks.
    > > >
    > > >Tim PMI gabungan di bandara, mengaku, sejak mereka tiba (dengan
    berbagai
    > > >kesulitan yang sama), beberapa hari yang lalu, mereka belum sekalipun
    ke
    > > >lokasi utama bencana (pusat kota Banda Aceh). Pertama, mereka tidak
    > memiliki
    > > >supporting tim di lokasi, kedua tak ada transportasi dan ketiga tak ada
    > yang
    > > >mengkoordinir penyaluran relawan. Mereka bekerja dengan inisiatif
    sendiri
    > dan
    > > >tidak tahu ke mana harus pergi untuk mendapatkan peralatan medis dan
    > > >obat-obatan yang mereka perlukan. Padahal di seberang mereka tumpukan
    > barang
    > > >bantuan dan tentu saja di dalamnya ada obat-obatan, teronggok begitu
    saja
    > tak
    > > >terurus.
    > > >
    > > >Mereka akhirnya memutuskan menugaskan diri sendiri di areal bandara
    > karena tak
    > > >tersedia tim medis yang memadai di situ meskipun pengungsi banyak
    > bertebaran
    > > >di sekitar bandara. Termasuk orang-orang terlantar yang ingin keluar
    dari
    > Aceh.
    > > >
    > > >Demikian juga sejumlah besar Tim Relawan yang baru tiba, nampak
    bingung,
    > tak
    > > >tahu harus kemana dan bagaimana. Transportasi tak tersedia dan tidak
    ada
    > satu
    > > >pun petugas bandara maupun birokrasi yang merasa bertanggung jawab
    > melayani
    > > >mereka. Sekali lagi, mereka lebih concern pada kunjungan pejabat
    ataupun
    > hanya
    > > >mau melayani tim relawan elit yang disponsori oleh pejabat ataupun
    > membawa
    > > >misi-misi politis.
    > > >
    > > >Jawaban yang sangat menyedihkan kami terima, semua transportasi bahkan
    > truk
    > > >militer seluruhnya habis digunakan untuk evakuasi jenazah di sekitar
    > lokasi d
    > > >imana presiden SBY akan berkunjung. Bahkan sejumlah besar mayat ini
    > direlokasi
    > > >ke tempat-tempat yang tak terlihat. Jalan-jalan dibersihkan dengan
    effort
    > yang
    > > >luar biasa. Mendadak, semua fasilitas tersedia, listrik, air,
    komunikasi,
    > dan
    > > >sebagainya. Pendeknya semua barang langka yang sebelumnya seperti
    > mustahil
    > > >bisa diselenggarakan di Banda Aceh.
    > > >
    > > >Pertanyaannya, apabila mereka mampu melakukan itu, mengapa baru saat
    ini
    > > >dilakukan? Hanya karena pejabat berkunjung? Dan mengapa upaya dan juga
    > > >fasilitas itu lantas dihentikan lagi ketika presiden sudah kembali ke
    > Jakarta?
    > > >Padahal jenazah-jenazah itu bagaimana pun tetap harus secepatnya
    > dievakuasi.
    > > >
    > > >Padahal, rakyat membutuhkan itu semua justru setelah semua pejabat
    > minggat
    > > >dari bumi Aceh.
    > > >
    > > >Kami melihat dan mendengar cerita, bahwa posko-posko resmi di pusat
    kota
    > kini
    > > >dikuasai oleh tim relawan elit dengan pakaian seragam mentereng dan
    juga
    > > >mendapatkan fasilitas luar biasa. Ketika rakyat kesulitan air bersih,
    > mereka
    > > >justru masih bisa mandi dan berdandan. Mereka bisa makan di depan
    rakyat
    > yang
    > > >telah kelaparan selama seminggu penuh. Bahkan posko gubernuran, dari
    > laporan
    > > >Anjar dan Valens, sudah berubah menjadi studio infotainment
    multinasional
    > > >dengan fasilitas yang luar biasa lengkap dan relawan-relawan kosmetik
    > yang
    > > >bekerja untuk kepentingan politis, pencitraan, dramatisasi,kapitalisasi
    > media,
    > > >dan sebagainya.
    > > >
    > > >Sementara di seluruh penjuru lokasi bencana, relawan, para jurnalis,
    juga
    > > >relawan asing sesungguhnya bekerja keras dengan kondisi yang sama
    > lusuhnya
    > > >dengan korban yang mereka layani dan terus berjuang mendapatkan
    > > >resource-resource yang selalu diprioritaskan untuk
    > kepentingan-kepentingan
    > > >yang tidak jelas. Resource yang dibutuhkan untuk rakyat Aceh.
    > > >
    > > >Semalam, saya sempat merenung di posko dan menitikkan airmata, melihat
    > > >kemalangan Aceh, sebuah negeri yang sangat indah dengan rakyatnya yang
    > > >demikian kuat dan tabah namun terjebak dalam kebusukan pengelolaan
    > bencana di
    > > >sebuah negara yang luar biasa brengsek. Saya berdoa, semoga para korban
    > dan
    > > >relawan sejati mendapatkan kekuatan dan jalan untuk menuntaskan misi
    > > >kemanusian ini.
    > > >
    > > >Saya dan teman-teman di Tim AirPutih merasa malu dan kecil di hadapan
    > > >pekerjaan kemanusiaan besar yang telah, sedang dan akan terus mereka
    > (relawan
    > > >dan korban) lakukan. Kami sama sekali belum melakukan apa-apa dan
    merasa
    > tidak
    > > >pantas hadir di sini. (asy)
    >

    Blog yang perlu diperbaiki adalah: (hanya ditampilkan ke pengguna yang sudah login)

  • avatar Tidak diketahui

    Kok ada postingan seperti ini di sub-forum “Ide dan Saran”…. apa sih ini? Lagian berita Jadul banget….

  • avatar Tidak diketahui

    yah… lol aja deh… :lol:

    .

  • Topik ‘cerita sunami’ tidak lagi menerima balasan baru.